Welcome To First Rizky Blog
Senin, 24 September 2012
Rabu, 19 September 2012
SAINS TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT
BAB I
PEMBAHASAN
A. Hakekat Pendekatan Sains, Teknologi
dan Masyarakat
Pendekatan Sains, Teknologi dan
masyarakat (STM) adalah pengindonesiaan dari Science-Technology-Society (STS)
yang pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1980-an, dan
selanjutnya berkembang di Inggris dan Australia. National Science Teacher
Association atau NSTA, mendefinisikan pendekatan ini sebagai belajar/mengajar
sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dengan volume informasi
dalam masyarakat yang terus meningkat dan kebutuhan bagi penguasaan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dapat
menjadi lebih mendalam, maka pendekatan STM dapat sangat membantu bagi anak.
Oleh karena, pendekatan ini mencakup interdisipliner konten dan benar-benar
melibatkan anak sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak. Pendekatan ini
dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan iptek, membanjirnya
informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai-nilai iptek itu sendiri
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pendekatan Sains Teknologi dan
Masyarakat (STM) dalam pandangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, pada dasarnya
memberikan pemahaman tentang kaitan antara sains teknologi dan masyarakat,
melatih kepekaan penilaian peserta didik terhadap dampak lingkungan sebagai
akibat perkembangan sains dan teknologi (Poedjiadi, 2005). Menurut Raja (2009),
keputusan yang dibuat oleh masyarakat biasanya memerlukan penggunaan teknologi
untuk melaksanakannya. Bahkan, masyarakat dan ilmu pengetahuan menggunakan
teknologi sebagai sarana untuk menyimpan informasi. Peranan penting yang
dimiliki oleh teknologi dapat berfungsi sebagai sarana tindakan dan penyidikan
dalam pendekatan STM. Data juga menyiratkan sifat ilmu pengetahuan sebagai
sebuah bidang di semua masyarakat.
Sains merupakan suatu tubuh
pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan.
Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang
digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah,
kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat
satu sama lain saling berinteraksi (Widyatiningtyas, 2009). Menurut
Widyatiningtyas (2009), pendekatan STM dapat menghubungkan kehidupan dunia
nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains.
Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam
mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan
masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi
berdasarkan keputusan tertentu.Pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya
pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains
melalui pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan
tentang fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan sains
merupakan salah satu aspek pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum dan tujuan pendidikan sains
secara khusus, yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah
(Amien, 1992 dalam Widyatiningtyas, 2009).
Untuk penyusunan materi pendidikan
sains, hendaknya merupakan akumulasi dari konten, proses, dan konteks. Konten,
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan fakta, definisi, konsep, prinsip,
teori, model, dan terminologi. Proses, berkaitan dengan metodologi atau
keterampilan untuk memperoleh dan menemukan konten. Konteks, berkaitan dengan
kepentingan sosial baik individu maupun masyarakat atau kepentingan-kepentingan
lainnya yang berhubungan dengan perlunya pengembangan dan penyesuaian
pendidikan sains untuk menghadapi tantangan kemajuan zaman. Benneth et. al.
(2005) melaporkan, bahwa pendekatan STM merupakan pendekatan berbasis konteks
yang memiliki peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak dan
mengembangkan keaksaraan ilmiah mereka berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan terhadap anak laki-laki dan perempuan yang berkemampuan rendah.
Dengan demikian, tujuan pendekatan STM adalah untuk membentuk individu yang
memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap
masalah masyarakat dan lingkungannya (Pudjiadi, 2005).
Menurut Rusmansyah (2003) dalam
Aisyah (2007), pendekatan STM dilandasi oleh tiga hal penting yaitu:
1. Adanya keterkaitan yang erat antara
sains, teknologi dan masyarakat.
2. Proses belajar-mengajar menganut
pandangan konstruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa anak
membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
3. Dalam pengajarannya terkandung lima
ranah, yang terdiri atas ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains,
ranah kreativitas, dan ranah hubungan dan aplikasi.
Program pembelajaran dengan
pendekatan STM pada umumnya mempunyai karakteristik, sebagai berikut:
1.
Identifikasi
masalah-masalah setempat.
2.
Penggunaan
sumber daya setempat yang digunakan dalam memecahkan masalah.
3. Keikutsertaan yang aktif dari siswa
dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah.
4. Perpanjangan pembelajaran di luar
kelas dan sekolah.
5. Fokus kepada dampak sains dan
teknologi terhadap siswa.
6. Isi dari pembelajaran bukan hanya
konsep-konsep saja yang harus dikuasai siswa dalam kelas.
7. Penekanan pada keterampilan proses
di mana siswa dapat menggunakan dalam memecahkan masalah.
8. Penekanan pada kesadaran karir yang
berkaitan dengan sains dan teknologi.
9. Kesempatan bagi siswa untuk berperan
sebagai warga negara identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di
masa depan.
10. Kebebasan atau otonomi dalam proses
belajar.
B.
Implementasi
pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pembelajaran Biologi
Menurut Poedjiadi (2005),
pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu: Strategi
pertama, menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang
ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran
(topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya
isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu
produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di
lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri
setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu.
Melalui kegiatan eksperimen atau
diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi
pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.Strategi
kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu
yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat
membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang
sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran.
Dengan demikian program STM
merupakan suplemen dari kurikulum.Strategi ketiga, mengajak anak untuk
berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk
teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung.
Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya
diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi
peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian
peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.
Untuk mengimplementasikan pendekatan
STM dalam pembelajaran, Dass (1999) dalam Raja (2009) mengemukakan empat
langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan
pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan preservice
guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan
atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil
tindakan.
1.Fase Invitasi
Pada Preservice teachers
(PSTs)atahap ini, guru melakukan brainstorming dan menghasilkan beberapa
kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal,
tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk
penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah (2007), Apersepsi dalam
kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui
siswa dengan materi yang akan dibahas. Dengan demikian, tampak adanya
kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui
siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan
sehari-hari.
2.Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa
mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat
dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis
informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui
telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya.
Dari sumber-sumber informasi, siswa
dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki
isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam,
misalnya, dilakukan dalam laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan
basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian
hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua
ini merupakan proses pembentukan konsep yang dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan
sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen di
labolatorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua,
diharapkan melalui konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep-konsep
yang benar atau konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman
konsep yang benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut
aplikasi konsep dalam kehidupan.
3.Fase
Mengusulkan Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan
mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam
penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di
lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka,
dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan
tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan
kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang
diusulkan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), apabila
selama proses pembentukan konsep dalam tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi
yang terjadi pada siswa, demikian pula setelah akhir analisis isu dan
penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan pemantapan konsep melalui
penekanan pada konsep-konsep kunci yang penting diketahui dalam bahan kajian
tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep-konsep kunci yang ditekankan pada
akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih lama dibandingkan dengan
kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru pada akhir pembelajaran.
4.Fase
Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan
dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan
temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini
melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya
anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan
mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal
ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up (Dass, 1999 dalam
Raja, 2009).
Untuk mengungkap penguasaan
pengetahuan sains dan teknologi anak selama pembelajaran, dapat dilakukan
melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian
terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan
sains dan teknologi dalam hal ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang
berkaitan dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat
mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit STM. Menurut Varella (1992) dalam
Widyatiningtyas (2009), evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:
Ø Pemahaman konsep sains dalam
pengalaman kehidupan sehari- hari.
Ø Penerapan konsep-konsep dan
keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah
teknologi sehari-hari.
Ø Pemahaman prinsip-prinsip sains dan
teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi
yang dimamfaatkan masyarakat.
Ø Penggunaan proses-proses ilmiah
dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Ø Pembuatan keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada
konsep-konsep ilmiah.
Menurut Yagger (1994), penilaian
terhadap proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan STM dapat dilakukan
dengan menggunakan lima domain, yaitu:
Ø Konsep, yang meliputi penguasaan
konsep dasar, fakta dan generalisasi.
Ø Proses, penggunaan proses ilmiah
dalam menemukan konsep atau penyelidikan.
Ø Aplikasi, penggunaan konsep dan
proses dalam situasi yang baru atau dalam kehidupan.
Ø Kreativitas, pengembangan kuantitas
dan kualitas pertanyaan, penjelasan, dan tes untuk mevalidasi penjelasan secara
personal.
Ø Sikap, mengembangkan perasaan
positif dalam sains, belajar sains, guru sains dan karir sains.
C.
Implentasi Pendekatan
Sains teknologi dan lingkungan dan Masyarakat pembelajaran Fisika
Ada 3 strategi yang dapat digunakan dalam pelaksanaan
pendekatanSETS (Poedjiadi, 2005) . Ketiga macam strategi itu adala:
Ø menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep -konsep yangingin ditanamkan pada peserta didik. Pada
strategi ini, di awal pembelajaran(topik baru) guru memperkenalkan atau
menunjukkan kepada peserta didikadanya isu atau masalah di lingkungan anak atau
menunjukkan aplikasisains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan
mereka. Masalahatau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan
agarditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara
-caratertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yangdirancang
oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan padaanak. Dalam hal
ini, pengetahuan yang berbentuk konsep -konsep.
Ø Menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep -konsep tertentu
yangtermasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar . Pada saatmembahas
konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi
pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengandemikian program SETS
merupakan suplemen dari kurikulum.
Ø Mengajak anak untuk berpikir dan menemukan ap likasi konsep sains
dalamindustri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela -sela
kegiatan13belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu
ataumasalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu
untukmeningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep -konsepselanjutnya,
atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yangakan dibahas sebagai
apersepsi.Dalam mengimplementasikan pendekatan SETS dalam pembelajaran,Dass
(1999) dalam Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelasyang
secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahamanmurid dan
pelaksanaan suatu proyek SETS yang berhubungan preservice guru.Keempat
langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan ataunisiasi,
eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambiltindakan.
a.
Fase Invitasi
Pada Preservice teachers (PSTs)atahap ini, guru melakukan brainstorming
danmenghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik
dapatbersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan
memberikanwilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah
(2007),Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan
peristiwayang telah diketahui siswa dengan materi yan g akan dibahas.
Dengan demikian,tampak
adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal -halyang telah
diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yangditemui dalam
kehidupan sehari -hari.
b.
Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis
penyelidikan.Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan
-pertanyaan atauwawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan
informasidapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan
sumber-sumberdokumen publik lainnya. Dari sumber -sumber informasi, siswa dapat
mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidikiisu-isu
yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam,misalnya,
dilakukan dalam labora torium untuk menyelidiki sifat -sifat asam dan basa.
Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk
pengembangan,pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam
Raja, 2009).Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembent
ukan konsepyang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode.
Misalnyapendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan
kecakapanhidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi
kelompok,bermain peran dan lain-lain.
Pada akhir tahap kedua, diharapkan melaluikonstruksi dan
rekonstruksi siswa menemukan konsep -konsep yang benar ataukonsep-konsep para
ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yangbenar siswa melanjutkan
analisis isu atau masalah yang disebut aplik asi konsepdalam kehidupan.
c.
Fase Mengusulkan
Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang
mereka telahkembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk
komunikasilebih lanjut dengan para ahli di lapanga n, pengembangan lebih
lanjut,memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkanpenjelasan
tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebutkemudian
dilaporkan dan disajikan kepada rekan -rekan kelas untukmenggambarkan temuan,
posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan(Dass, 1999 dalam Raja,
2009).
Menurut Aisyah (2007), apabila selama proses pembentukan konsep
dalamtahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian
pulasetelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus
melakukan pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep -konsep kunci yang
pentingdiketahui dalam bahan kajian tertentu.
Hal ini dilakukan karena
konsep –konsep kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki retensi
lebihlama dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh gurupada
akhir pembelajaran.
d.
Fase Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan
penjelasandan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa
bentukaksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana,
misalnyamembersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik
yangdapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajik an informasi
inikepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan
sebagaitindakan follow up (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak
selamapembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu eva luasi. Evaluasi
merupakansuatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil
yang telahdicapai. Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari
-hari.
Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam hal ini
merupakanpenguasaan sains dan teknologi yang berkaitan dengan aspek masyarakat,
makakriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada pengembanganevaluasi
dalam unit SETS. Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas(2009),
evaluasi dalam SETS meliputi ruang lingkup aspek:
Ø Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains
untukmasalah-masalah teknologi sehari -hari.
Ø Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat
dalam alat -alatteknologi yang
dimamfaatkan masyarakat.
Ø Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan
masalah-masalah yangterjadi dalam
kehidupan sehari -hari.
Ø Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan
kesehatan,nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep -konsep
ilmiah.
Menurut
Yagger (1994), penilaian terhadap pros es pembelajaran yangmenggunakan pendekatan SETS dapat
dilakukan dengan menggunakan lima domain, yaitu:
Ø Konsep, yang meliputi penguasaan konsep dasar, fakta dan generalisasi.
Ø Proses, penggunaan proses
ilmiah dalam menemukan konsep atau penyelidikan.
Ø Aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam situasi yang baru
atau dalamkehidupan.
Ø Kreativitas, pengembangan
kuantitas dan kualitas pertanyaan, penjelasan,dan
tes untuk mevalidasi penjelasan secara personal.
Ø Sikap, mengembangkan perasaan positif dalam sains, belajar sains,
gurusains dan karir sains.
Pembelajaran kontektual akan lebih bermakna. contonya adalah
mempelajari alam dan sekitarnyah. Karena keberadaan alam ini
adalah sesuatuyang konkrit . Kita dapat mengindera apa saja yang ada di sekit
ar kita, diamati,dipelajari kemudian dapat digunakan untuk kemanfaatan umat
seluruhnya.
Kejadian alam dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak
langsung dengandiri manusia. Kejadian yang ada berlangsung terkait dan
berkesinambungan.Suatu sistem yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya sistem
yang lain. Darisetiap kejadian alam yang ada, dapat memunculkan pertanyaan –
pertanyaansebagai suatu permasalahan yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi
manusia setelah mengalami verifikasi dan pengamatan.
Oleh karena itu
Pembelajaran Fisika memerlukan keterlibatan aktif para siswa.Dari uraian di
atas, maka pembelajaran tentang alam harus dapatdisajikan sebagai suatu proses
penemuan dan terkait dengan pengalaman pesertadidik, sehingga pengetahuan yang
d iperoleh bersifat lama, dapat diingat, danmampu meningkatkan penalaran siswa
dan kemampuan untuk berfikir bebas.
Menurut Bruner, belajar meliputi 3 proses kognitif yaitu :
memperoleh informasibaru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan
kete patanpengetahuan. Masih menurut Bruner belajar merupakan
konseptualismeinstrumental yang didasarkan pada 2 prinsip, yaitu : pengetahuan
orang tentangalam didasarkan pada model -model mengenai kenyataan yang
dibangunnya, danmodel-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang,
dan kemudianmodel-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Menurut Rosser pendekatan Bruner terhadap belajar dida sarkan pada
dua asumsi, yaitu: Pertama, bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatuproses
interaktif. Berlawanan dengan para pengamat teori perilaku, Bruner yakin bahwa
orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif,perubahan tak
hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam diri orang itusendiri. Kedua,
bahwa orang mengkonst ruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang
masuk dengan informasi yang disimpan yangdiperoleh sebelumnya (suatu model alam
= model of the world).
Konsep Belajar Bruner dikenal sebagai belajar penemuan ( discovery
learning),dengan penjelasan sebagai berikut:
Ø Siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuanyang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar -benar bermakna.
Ø Siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep -konsepdan prinsip-prinsip agar
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen eksperimen yang memungkinkan
mereka memperoleh konsep baru.
Piaget menyimpulkan dari
penelitiannya bahwa organisme bukanlah
agen yang pasif dalam perkembangan
genetik. Perubahan genetik bukan
peristiwa
yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanyaadaptasi
terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme danlingkungannya.
Dalam responnya organisme mengubah kondisi lingkungan,membangun
struktur biologi tertentu yang i perlukan untuk tetap bisamempertahankan
hidupnya.Rendahnya hasil belajar mata pelajaran Fisika yang terukur pada
nilairata-rata ulangan umum maupun pada raport dibandingkan dengan
matapelajaran eksak lainnya seperti Biologi atau Kimia membawa keprih atinan
parapendidik khususnya guru-guru Fisika. Selain itu minat yang rendah dari
parasiswa dalam mempelajari konsep -konsep Fisika dapat dilihat dari
adanyaanggapan umum siswa bahwa Fisika adalah mata pelajaran yang sarat dengan rumus,
perhitungan, pemi kiran, dan abstrak sehingga membosankan.
Dengankondisi pembelajaran
Fisika seperti itu dan tidak adanya motivasi yang mendukung semangat belajar
siswa menyebabkan ketuntasan pembelajaranrelatif rendah. Selain itu hasil
belajar Fisika tidak tercermin pada sikap danperilaku siswa dalam
kesehariannya. Siswa kurang memiliki cara pandang danrasa peduli terhadap
dampak positif maupun negatif dari ilmu Fisika yangmemproduksi teknologi bagi
masyarakat serta pengaruhnya terhadap lingkungan.
Dalam proses pembelajaran ilmu Fisika keaktifan siswa merupakan
inti dari pola belajar dengan pendekatan konstruktivis, hal itu dapat tercermin
dari aktifnya para siswa membaca sendiri, mengaitkan konsep -konsep baru dengan
berdiskusi dan menggunakan istilah, konsep dan prinsi p yang baru mereka pelajari
diantara mereka. Dalam pendekatan konstruktivis siswa secara aktif membangun
pengetahuannya sendiri berdasarkan “apa yang diketahui siswa”.
Sedangkan guru berperan sebagai narasumber yang bijak dan
berpengetahuan serta berfungsi sebagai sutradara yang mengendalikan proses
pembelajaran dan siap membantu siswa apabila ada kemacetan proses pembelajaran
atau melantur tanpa arah.
Laboratorium (lab) sebagai salah satu sarana sumber belajar merupakan
salah satu alternatif proses pembela jaran Fisika dengan basis lab yang dapat
menerjemahkan konsep -konsep abstrak ke dalam bentuk konkrit, mengepresiasikan
permasalahan sehari -hari dalam masyarakat, teknologi danlingkungan sekitar
serta memecahkannya secara berpikir sistematis, analitis danalternatif.
Pada dasarnya mata pelajaran Fisika merupakan salah satu matapelajaran
sains yang diharapkan sebagai sarana mengembangkan kemampuan berpikir analitis
deduktif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip Fisika untuk
menjelaskan berbagai per istiwa alam. Tujuan pembelajaran mata pelajaran Fisika
SMA/MA yang dicanangkan Depdiknas adalah agar siswa menguasai konsep dan
prinsip Fisika untuk mengembangkan pengetahuan,ketrampilan dan sikap percaya
diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
`Wawasan SETS (Science, Environment, Technology, and Society)
yangdiaplikasikan ke dalam proses pembelajaran Fisika diyakini dapat
dapatmembawa sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang dapat menerapkan
pengetahuan yang diperolehnya gun a meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa
harus membahayakan lingkungannya.
Pembelajaran berwawasan SETS menurut Binadja pendekatan yang
paling dianjurkan adalah pendekatan SETS itu sendiri. Karakteristik pendekatan
SETS dalam proses pembelajaran Fisika dapat disebutkan beberapa diantaranya
sebagai berikut :
Ø bertujuan memberi pembelajaran Fisika secara kontekstual,
Ø siswa dibawa ke
situasiuntuk memanfaatkan konsep Fisika ke bentuk teknologi untuk kepentingan masyarakat,
Ø siswa diminta berpikir tentang berbagai kemungkinan akibatyang
terjadi dalam proses pentransferan konsep Fisika ke bentuk teknologi,
Ø siswa diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur
konsep Fisika yang diperbincangkan dengan unsur -unsur lain dalam SETS
yangmempengaruhi berbagai keterkaitan antar unsur tersebut.
Ø siswa dibawauntuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian dari
penggunaan konsep Fisikabila diubah dalam bentuk teknologi yang relevan.
Ø siswa diajak membahas tentang SETS dari berbagai arah dan dari
berbagai titik awal tergantungpengetahuan dasar yang dimiliki siswa
bersangkutan.
Pendekatan SETS dalam pembelajaran Fisika dapat diterapkan padasemua
konsep-konsep Fisika kecuali ada keterbatasan pada konsep Fisika teori
yangmemerlukan kecepatan mendekati kecepatan cahaya untuk mempraktekkannyapada
teknologi, misalnya pada konsep relativitas.
Pendekatan SETS yangmerupakan salah satu pendekatan pembelajaran
konstruktivis. Konstruktivisme merupakan cara belajar yang menekankan peranan
siswa dala m membentuk pengetahuannya sedangkan guru lebih berperan sebagai
fasilitator yang membantu keaktifan siswa tersebut dalam membentuk
pengetahuannya.Pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan dari otak
seseorang (guru) kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus
mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman –pengalaman
mereka.
Tanpa pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk
pengetahuan.Pengalaman disini tidak harus pengalaman fisik, tetapi bisa
diartikan juga pengalaman kognitif dan mental. Banyaknya siswa yang salah
menangkap apa yang diajarkan oleh gurunya ( misconseptions), menunjukkan
bahwa pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan
atau paling sedikit diinterpret asikan sendiri oleh siswa.
Dalam proses kontruksi ini, diperlukan beberapa kemampuan:
Ø Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya
Ø Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaandan perbedaan.
Ø Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain Tiap orang harus mengkonstruksi
pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukansesuatu yang sudah jadi, tetapi proses
yang berkembang terus menerus.Beberapa faktor seperti keterbatasan pengalaman
kontruksi, struktur kognitif,dapat membatasi pembentukan pengetahuan
orang.sebaliknya, situasi konflik atau anomali, akan megembangkan pengetahuan
seseorang.Pendekata konstruktivisme banyak dipakai di Amerika.
Langganan:
Postingan (Atom)